Konsep
pembangunan yang selama ini diterapkan di negara berkembang telah menuai
berbagai kritik.
Salah
satu kritik terhadap konsep pembangunan tersebut adalah penggunaan paradigma
dan pendekatan ekonomi yang berlebihan, yaitu konsep pembangunan tersebut
mengukur keberhasilan pembangunan hanya dengan indikator-indikator ekonomi
secara fisik. Konsep pembangunan ekonomi ini meyakini bahwa dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka akan tercipta trickle down effect dari
ekonomi skala besar menuju ekonomi skala kecil (Malik, 2015).
Konsep
pembangunan ekonomi yang mengagungkan konsep trickle down effect di Indonesia
dimulai semenjak Orde Baru. Pada awalnya, konsep pembangunan ini menuai banyak
pujian dari berbagai kalangan, bahkan Bank Dunia (1993) memasukan Indonesia ke
dalam delapan negara dengan perekonomian ajaib karena pertumbuhan ekonominya
yang tinggi. Namun memiriskan, hanya berselang empat tahun julukan keajaiban tersebut
pun hancur pada 1998.
Kekeliruan
sudut pandang pembangunan ekonomi ini adalah pembangunan difokuskan pada sektor
industri perkotaan dengan harapan peningkatan akan tercipta pertumbuhan ekonomi
yang akan memperbaiki masalah kemiskinan di Indonesia. Pada kenyataannya,
pembangunan ini menghasilkan penghisapan (backwash effect), bukan efek tetesan
ekonomi (trickle down effect) seperti yang diharapkan. Pembangunan ekonomi
seperti ini semakin memarginalkan posisi sektor pertanian di perdesaan.
Pembangunan
ekonomi Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari wilayah perdesaan.
Meskipun adanya anggapan bahwa pembangunan di perdesaan tidak secara signifikan
menyumbang pertumbuhan ekonomi tetapi faktanya 62,6% penduduk yang berstatus
penduduk miskin berada di wilayah perdesaan hingga September 2015.
Oleh
karena itu, pembangunan di Indonesia baru bisa dikatakan berhasil apabila
pembangunan telah menjangkau sebagian besar penduduk di perdesaan tersebut
sehingga masyarakat perdesaan dapat melakukan mobilitas sosial-ekonomi
(Yustika, 2015). Pembangunan ekonomi di perdesaan sebenarnya dapat dikembangkan
dengan menghidupkan BUMDes di desadesa Indonesia.
BUMDes
dapat melawan tengkulak-tengkulak yang selama ini menghisap para masyarakat
desa sehingga masyarakat desa sulit keluar dari rantai kemiskinan. Peningkatan
kemiskinan harusnya menjadi lampu kuning bagi pengambil kebijakan karena
kemiskinan, itu pun pada dasarnya menggambarkan keterbelakangan, keterpurukan,
ketertinggalan, dan ketidakberdayaan (Khomsan dkk, 2015).
Kemiskinan
ini juga mencerminkan kegagalan dan kerapuhan konsep pembangunan ekonomi
Indonesia selama ini (Arifin, 2015). ”The ideas of economists and political
philosophers, both when they are right and when they are wrong are more powerful
than is commonly understood. Indeed, the world is ruled by little else.
Practical men, who believe themselves to be quite exempt from any intellectual
influences, are usually slaves of some defunct economist.”
Kalimat
tersebut merupakan penggalan dari Jhon Maynard Keynes (1961) yang tertuang
dalam bukunya The General Theory of Employment. Potongan kalimat tersebut
kiranya dapat menjadi renungan para ekonom pengambil kebijakan saat ini untuk
segera tersadar dan rekonstruksi konsep pembangunan ekonomi Indonesia menjadi
pembangunan ekonomi berbasis perdesaan.
YOSUA AGUSTIN TRI PUTRA
Mahasiswa Jurusan Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro
Tulisan ini masuk dalam
Koran Sindo Edisi 3 Mei 2016. Secara Online, Opini ini dilihat di http://www.koran-sindo.com/news.php?r=1&n=3&date=2016-05-03
Casinos - CasinoWebCasino.com
ReplyDeleteCasinos in the United 파주 출장마사지 States · MGM Resorts, MGM 광양 출장샵 Resorts International, 수원 출장샵 MGM Resorts International, 토토 사이트 Wynn Las Vegas, Wynn Las Vegas. · Caesars Palace, Wynn Resorts, Wynn 부산광역 출장마사지